Rabu, 23 Desember 2015

Kaum Vulnerable di Mata Hukum


Oleh: 
Noviana Niswatur Rohmah
1711143065
HES 3C


Kaum vulnerable, mungkin istilah ini masih asing ditelinga masyarakat umum. Istilah asing yang merujuk kepada status golongan didalam masyarakat ini memang jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari didalam masyarakat. Kaum vulnerable adalah kaum yang sangatlah dekat dengan pelanggaran HAM, rentan akan pembedaan hak dan kewajiban mereka dimasyarakat kaum yang terpinggirkan karena keadaan ataupun karena menjadi kaum minoritas didalam masyarakat. Kaum vulnerable sebenarnya banyak disekitas kita entah karena keadaan ataupun menjadi kaum minoritas dilingkungan masyarakat.
Kali ini saya ingin menulis sebuah artikel tentang pengalaman kaum vulnerable yang ada disekitar saya yang termarjinalkan oleh hukum dan tidak tersentuh oleh tangan pemerintah. Saya mewawancarai kaum vulnerable yang berada dilingkungan sekitar rumah saya yaitu beliau menjadi kaum vulnerable bukan karena menjadi kaum minoritas tetapi karena kemiskinan, keadaan yang menggiringnya menjadi kaum yang terpinggirkan dan rentan terlanggar haknya yang seharusnya dia sadari bahwa setiap warga negara berhak atas semua fasilitas yang disediakan pemerintah tanpa melihat status sosial seseorang tidak diketahuinya.
Nenek Nafi’ah diusianya yang sudah 70 tahun masih harus berjuang memenuhi kebutuhan ketiga cucunya yang menjadi tanggung jawabnya karena kedua orang tua cucu-cucunya yang bercerai dan tidak ada tanggung jawab nafkah dari sang ayah lalu ibunya berusaha mencari nafkah dinegeri orang yang tidak bisa setiap bulan mengirimkan uangnya untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Beliau mencari nafkah dengan menjadi tukang pijat panggilan ataupun menjadi buruh cuci setrika ditetangganya, beliau tinggal disebuah rumah sederhana hadil bantuan dari pemerintah didesa ngadiluwih rt 04 rw 03 kecamatan ngadiluwih kabupaten kediri.
Sebenarnya bantuan pemerintah seperti kartu keluarga sejahtera sudah didapatkan oleh nenek Nafi’ah tetapi pencairan dana yang tidak pasti setiap bulannya terkadang hanya cair tiga ataupun enam bulan sekali yang dananya pun tidak sepenuhnya utuh. Dana dari kartu keluarga sejahtera yang semestinya 200 ribu rupiah perbulan terkadang hanya diterima sekitar 450 ribu rupiah dalam jangka waktu tiga bulan yang memang tidak bisa memenuhi kebutuhannya dan ketiga cucunya setiap hari. Sedangkan anaknya atau ibu dari cucu-cucunya tidak bisa setiap bulan rutin mengirimkan uang bulanan kepadanya dikampung, tidak pasti terkadang enam bulan sekali ataupun dua bulan sekali itupun nominalnya tidak lebih dari dua jutaan saja.
Ketiga cucunya semuanya bersekolah masing-masing kelas dua smp, kelas empat sd dan kelas satu sd. Keluarga ini sangatlah terbantu dengan program pemerintah yang mencanankan wajib belajar duabelas tahun yang menggratiskan jenjang pendidikan sd sampai sma. Tetapi hal lain yang luput dari perhatian pemerintah adalah disaat semua biaya spp dan gedung serta buku gratis alat pendukung peserta didik seperti peralatan sekolah dan seragam tetap menjadi tanggungan peserta didik. Memang ada bantuan dari pemerintah melalui kartu indonesia pintar tetapi sampai sekarang kartu tersebut belum terdistribusi kepada para peserta didik ini.
Cucu nenek Nafi’ah terpaksa memakai seragam usang ataupun seragam pemberian dari tetangga yang memang sudah tidak terpakai tapi masih layak dengan sepatu sederhana dan alat tulis serta buku yang seadanya. Mereka bersekolah di sdn 3 ngadiluwih dan smp 2 ngadiluwih, prestasi mereka disekolah biasa-biasa saja sama seperti kebanyakan murid tidak menonjol ataupun mendapat rangking dikelas.
Disela-sela wawancara beliau berkata, “memang sudah menjadi takdir dan jalan hidup saya susah jalani saja disukuri saja.” Sebuah pemikiran yang menjadi salah satu faktor melanggengkan kemiskinan di Indonesia sampai saat ini. Pasrah akan takdir dan keadaan, menyerah dengan keterbatasan yang seharusnya bisa menjadi cambuk untuk merubah keadaan yang tidak bisa disalahkan karena tidak ada satu manusia pun yang mau hidup dibawah garis kemiskinan serta himpitan ekonomi yang membelunggu mereka.
Secara hukum merekapun sebenarnya masih terpinggirkan contohnya seperti tidak terdaftarnya mereka dalam BJPS kesehatan dalam kategori keliarga tidak mampu. Yang bterdaftar hanya nenek Nafi’ah sedangkan ketiga cucunya tidak terdaftar. Ada suatu keadaan dimana salah satu cucu dari nenek Nafi’ah ini sakit gejala DBD dan harus dirawat dipuskesmas ngadiluwih tetapi karena tidak terdaftar sebagai peserta BPJS beliau harus membayar biaya perawatan cucunya tersebut secara penuh.
Ditengah ketidakadilan yang diterimanya nenek Nafi’ah hanya berkata. “namanya juga musibah kalau nggak terdaftar dibantuan pemerintah berarti bukan rejekinya.” Pelanggaran hak mendapatkan pelayanan kesehatan terlihat jelas disini. Jaminan kesehatan gratis hanya menyasar sebagian kecil dari masyarakat miskin yang sebenarnya sangat membutuhkan bantuan serta perhatian dari para pihak yang terkait. Ketidak adaan kepedulian pejabat pemerintahan terbawah menjadi salah satu faktor langgengnya kemiskian serta pelanggaran hak pada kaum vulnerable ini. Ketidak berdayaan kaum ini yang dimaanfaatkan oleh pemerintah dengan alasan kemiskinan itu sulit untuk diatasi karena bantuan serta program-program kesejahteraan sosial yang dicanankan pemerintah hanya membantu kaum vulnerable ini dipermukaan saja tidak sampai pada akar permasalah sebenarnya.
Penyadaran kesamaan hak setiap warga negara tidak ada dan juga kepekaan sosial yang mulai pudar. Nenek Nafi'ah sebenarnya sudah mendapatkan haknya sebagai warga negara dengan mendapatkan dana bantuan dari pemerintah yang biasa disebut kartu keluarga sejahtera. Dan dengan dana bantuan dari pemerintah tersebut nenek Nafi’ah berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang semakin hari semakin banyak keperluan dan kebutuhannya belum jika ada kebutuhan darurat seperti cucunya yang sakit dan harus masuk kedalam golongan pasien umum.
Pelanggaran hak lainnya pun didapatkan oleh cucu beliau yang pertama dimana cucunya yang bersekolah smp ini tidak mendapatkan BSM atau beasiswa siswa miskin karena sulitnya persyaratan untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Harus ada surat tanda tidak mampu dari kelurahan yang mana regulasi birokrasinya yang masih berbelit belit jika tidak ada perantara. Sedangkan nenek Nafi’ah pun yang memang buta huruf dan tidak tahu menahu tentang hal tersebut tidak dapat mebantu sang cucu untuk mengurusi surat- surat tersebut ke kelurahan.
Dengan tidak terpenuhinya persyaratan tersebut sang cucu pun gagal dalam penerimaan BSM kerena tidak adanya surat pernyataan tidak mampu dari keluarahan. Lalu hak dari siswa miskin ini pun jatuh kepada siswa lain yang sebenarnya mampu tetapi dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak sekolah, hal ini termasuk dalam pelanggaran hak terhadap kaum vulnerable yang sebenarnya tidak harus terjadi jika dari awal mereka mendapatkan kartu indonesia pintar yang saat ini ntelah dicanankan oleh pemreintah untuk membantu para siswa miskin. Ketidak adaan kesadaran hak terhadap hak yang seharusnya mereka terima menjadi salah satu penyebab banyaknya kaum vulnerable di Indonesia sampai saat ini.
Seharusnya pemerintah selain mencanakan progrram- program sosial ini untuk membantu kaum vulnerable untuk lepas dari belenggu kemiskinan penyuluhan terhadap hak- hak mereka seharusnya dilakukan sehingga mereka dapat memperjuangkan haknya jika terjadi pelanggaran hak seperti diatas bukan hanya pasrah terhadap keadaan mereka saat ini. Sikap pasrah dan menjalani hidup sesuai takdir yang tergaris tanpa adanya usaha menjadikan mental para kaum vulnerable ini menjadi mental kaum lemah yang menganggap kemiskinan sebagai garis keturunan mereka. Dengan kepasrahan ini lah kaum ini menjadi rentan terhadap pelanggaran hak yang seharusnya mereka terima, pemikiran bersyukur dalam segala keadaan memang tidak salah tetapi mensyukuri keadaan yang tidak diusahakan secara maksimal dapat menjadikan mental rendah diri dan gampang menyerah subur dalam kaum ini.
Peran pemerintah dalam membangun mental warga negaranya seharusnya digalakkan untuk apa semua bantuan sosial itu jika hanya menjadikan kemiskian ini berketurunan dan menjadi garis hidup msayarakatnya yang ,merasa miskin itu harus disyukuri selama pemerintah masih peduli dengan segala fasilitas bantuan sosialnya. Segala bentuk pemikiran seperti ini harus dihilangkan dari pemikiran kaum- kaum ini agar kemiskinan serta pelanggaran hak tidak membelunggu mereka selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar