Oleh:
Noviana Niswatur Rohmah
1711143065/HES 3C
IAIN Tulungagung
Dalam
tugas saya kali ini, saya akan membahas tentang pengaruh hubungan perubahan sosial
dan perubahan hukum. Hubungan tersebut merupakan hubungan interaksi atau timbal balik
yang berpengaruh terhadap perubahan keduanya yaitu perubahan sosial dan hukum. Keduanya
berinteraksi satu sama lain dan menimbulkan dampak tertentu. Untuk menganalisis
dampak yang ditimbulkannya terdapat dua paradigma atau cara pandang secara
ilmiah.
1. Hukum sebagai pelayan kebutuhan
masyarakat, agar hukum tidak tertinggal oleh laju perubahan masyarakat.
Ciri-ciri
paradigma ini adalah:
a) Perubahan hukum atau perubahan sosial
cenderung di ikuti oleh sistem lain karena dalam kondisi saling bergantungan
b) Hukum selalu menyesuaikan diri pada
perubahan sosial
c) Hukum berfungsi sebagai alat
mengabdi pada perubahan sosial
Paradigma
ini disebut juga paradigma hukum penyesuaian kebutuhan. Makna yang terkandung
dalam hal ini adalah bahwa hukum akan bergerak cepat untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi.
2. Hukum dapat menciptakan perubahan
dalam masyarakat atau setidak-tidaknya dapat memacu perubahan-perubahan.
Ciri-ciri
paradigm ini adalah:
a) Hukum merupakan alat merekayasa
masyarakat
b) Hukum merupakan alat untuk merubah
masyarakat secara langsung
c) Hukum berorientasi masa depan
Inti dari
perubahan ini adalah hukum diciptakan untuk mengantisipasi atau menghadapi persoalan
hukum yang mungkin akan muncul. Paradigma ini disebut juga paradigma hukum
antisipasi masa depan. Saya akan menganalisis beberapa
pasal tentang UU perlindungan anak no 23 tahun 2002 dan bagaimana penerapan dua
paradigma perubahan sosial terhadap hukum tersebut. Saya disini akan
menganalisi penerapan dua paradigma tersebut dibeberapa pasal dalam UU
perlindungan anak no 23 tahun 2002 tepatnya bab VIII tentang pengasuhan dan
pengangkatan anak, saya disini akan membahas pasal bagian keduanya yaitu
tentang pengangkatan anak pasal 39 sampai 41 dan pasal 79 tentang ketentuan
pidana pelaksanaan pengangkatan anak
.
Yang
pertama saya akan membahas tentang pasal 39 yang belum diamandemen yang
berbunyi:
1.
Pengangkatan
anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anakdan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempatdan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
2.
Pengangkatan
anak yang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
3.
Calon orang tua
angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4.
Pengangkatan
anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
5.
Dalam hal asal
usul anak tidak diketahui, maka agama anak akan disesuaikan dengan mayoritas
penduduk setempat.
Pasal
ini pada tahun 2014 diamandemen atau dirubah dengan ketentuan ayat (1), ayat
(2) dan ayat (5) diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1(satu) ayat
yakni ayat (2a) dan diantara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1(satu) ayat,
yakni ayat (4a) sehingga pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
1.
Pengangkatan
anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempatdan ketentuan peraturan
perundang-undangan
2.
Pengangkatan
anak yang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tidak memutuskan hubungan darah
antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya.
2a.
Pengangkatan anak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib dicatatkan
pada akta kelahiran, dengan tidak menghilangkan
identitas awal anak.
3.
Calon orang tua
angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
4.
Pengangkatan
anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
4a.
Dalam hal anak tidak diketahui asal usulnya, orang yang akan mengangkat anak
tersebut
harus menyertakan identitas anak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 27
ayat(4)
5. Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, agama anak
akan disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat.
Dari pasal diatas yang telah
diamandemen pada tahun 2014 ada beberapa tambahan pasal yaitu pada ayat 2 dan 4
masing-masing satu ayat tambahan. Pada ayat 2a ditambahkan bahwa identitas anak
angkat wajib dicatatkan diakta kelahiran sesuai identitas awal anak dan jika
asal usul anak angkat tidak diketahui orang tua angkat wajib menyertakan
identitas anak sesuai dengan pasal 27 ayat (4) yaitu dengan keterangan orang
yang menemukan dan dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan polisi. Dalam
pasal 39 ini tercermin paradigma yang pertama tentang hukum sebagai pelayan masyarakat
sangatlah jelas karena hukum menyesuaikan dengan kemajuan dan laju perubahan
sosial didalam masyarakat saat ini yang cenderung pesat perubahan sosialnya.
Disini juga hukum ada setelah adanya kebiasaan masyarakat dalam mengadopsi anak
dan UU ini dibuat untuk melindungi hak calon anak angkat, menjaga hubungan
antara si calon anak angkat dengan keluarga kandungnya dari segi kemausian dan
hak asasi manusianya serta mengatur tentang kewajiban calon orang tua angkat
yang akan melakukan adopsi.
Selanjutnya saya akan menganalisis
pasal 40 yang berbunyi sebagai berikut:
1.
Orang tua angkat
wajib memberitahukan pada anak angkatnya mengenai asal usul dan orang tua
kandungnya.
2.
Pemberitahuan
asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.
Dari pasal diatas dapat dianalisis
bahwa pasal 40 mencerminkan paradigma yang kedua yaitu hukum sebagai rekayasa
sosial, hukum diciptakan untuk mejaga hubungan baik si anak angkat dengan orang
tua kandungnya sehingga hubungan kedua belah pihak tetap terjaga dengan baik
serta anak yang bersangkutan tetap mengetahui asal usul dirinya dan alasan
pengangkatan dirinya oleh orang tua angkatnya. Menurut pasal 40 ayat 2
pemberitahuan asal usul anak yang bersangkutan haruslah memperhatikan kesiapan
si anak yang bersangkutan dari segi psikis dan mentalnya. Menurut paradigma
yang kedua bahwa hukum sebagai alat rekayasa sosial hal ini diperlukan agar
hubungan antara anak kandung dan orang tua kandungnya tetap terjalin serta agar
anak yang bersangkutan tidak melupakan asal usulnya serta dapat berbakti juga
terhadap orang tua kandungnya. UU ini juga diciptakan untuk menjaga hak dari
orang tua kadung untuk tetap mengetahui perkembangan serta pertumbuhan dari
anak kandung mereka yang diasuh dan dibesarkan oleh orang lain.
Selanjutanya saya akan menganalisis
pasal 41sebelum diamandemen pada tahun 2014 yang berbunyi sebagai berikut:
1.
Pemerintah dan
masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan
anak.
2.
Ketentuan
mengenai bimbingan dan pengawasan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
diatur dalam peraturan pemerintah.
Ketentuan pada pasal 41 diubah atau
diamandemen pada tahun 2014 dengan tambahan satu pasal yaitu pasal 41a dan
akhirnya pasal 41 menjadi berbunyi sebagai berikut:
Pasal 41
Pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak.
Pasal 41a
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengangkatan anak sebagaiana yang dimaksud
dalam pasal 39, pasal 40 dan pasal 41 diatur dengan peraturan pemerintah.
Dari pasal diatas dapat dilihat
bahwa pasal diatas mencerminkan paradigma hukum yang kedua yaitu hukum sebagai
rekayasa sosial dalam artian pasal ini diberi tambahan agar lebih menguatkan
dalam sisi hukum serta perlindungan terhadap hak si calon anak angkat dan jika ada pelaksanaan
pengangkatan anak dilingkungan mereka diharapkan masyarakat sekitar dapat
membantu membimbing si calon orang tua angkat dalam proses pengasuhan anak
angkat mereka. Diharapkan juga masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengangkatan anak dilingkungan mereka dan segera melaporkan segala
bentuk pelanggaran terhadap hak si calon anak angkat dan hak orang tua
kandungnya.
Selanjutnya saya akan menganalisis
pasal 79 tentang ketentuan pidana soal pengangkatan anak jika terjadi
pelanggaran dan ketidaksesuaian dengan pasal 39 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4)
yang telah mengantur tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Pasal 79 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 79
Setiap
orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak
100000000 (seratus juta rupiah)
Dari pasal diatas telah tercermin
paradigma hukum yang pertama yaitu hukum sebagai alat pelayan masyarakat, hukum
yang menyesuaikan dengan kamajuan serta perkembangan sosial msayarakat saat
ini. Pasal ini diciptakan untuk melindungi hak calon anak angkat dari sisi
hukum saat ada pelanggaran dalam
pelaksanaan adopsi oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung anak yang
bersangkutan ataupun masyarakat dapat melaporkan pelanggaran pelaksanaan
pengangkatan anak tersebut ke kepolisian.
Saya akan menyertakan contoh kasus
pelanggaran pelaksanaan pengangkatan anak yang saat ini pun masih dalam proses
peradilan dipengadilan negeri Denpasar Bali.
BANDUNG - Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa
mengatakan ibu angkat Angeline, anak perempuan yang dibunuh sadis, di Denpasar,
Bali, yakni Margareth bisa terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan
membayar denda Rp100 juta."Dalam kasus Angeline, orangtua angkatnya tidak mengikuti prosedur itu (adopsi secara sah) maka bisa dikenakan Pasal 79 dari Undang-Undang Perlindungan Anak. Tapi itu semua diserahkan kepada polisi," kata Khofifah Indar Parawansa, usai menghadiri Konferensi Wilayah Muslimat NU Jawa Barat, di Kota Bandung, Sabtu (13/6/2015) malam.
Ia menegaskan, dalam kasus Angeline, prosedur adopsi atau pengangkatan anak yang dilakukan oleh orangtua angkatnya yakni WNA-WNI dinyatakan tidak sah atau ilegal.
Menurut dia, prosedur pengangkatan calon anak asuh atau adopsi di Indonesia telah dirancang sedemikian rupa agar bisa melindungi calon anak angkat atau yang diadopsi.
"Anak yang boleh diadopsi adalah anak terlantar atau ditelantarkan atau anak yang memerlukan perlindungan khusus. Kemudian calon orangtua yang mengangkat harus sudah menikah minimal lima tahun, dan tidak boleh keluarga pasangan sejenis," katanya.
"Kalau single parent, harus ada surat keterangan ke Mensos, dan pada posisi seperti ini maka antara orangtua angkat dan si anak angkat harus seagama," lanjut Mensos.
Dikatakan dia, saat hendak melakukan adopsi anak, ada hal penting yang harus jadi pertimbangan yakni proses adopsi tersebut harus berdasarkan kebutuhan perlindungan anak, bukan kebutuhan orangtua sehingga persyaratannya sangat detail.
Berikut adalah prosedur resmi jika warga ingin melakukan adopsi di Indonesia sebagaimana yang dituturkan oleh Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa:
1. Pengangkatan anak atau adopsi bisa dilakukan oleh orangtua yang berasal dari Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Indonesia (WNI-WNI), WNI-WNA, WNA-WNI atau single parent.
2. Jika calon orangtua angkat berasal merupakan WNI-WNI maka surat permohonan pengangkatan anak itu harus disampaikan ke Dinas Sosial di tingkat provinsi.
3. Jika calon orangtua angkat berasal dari WNI-WNA, WNA-WNI atau single parent, maka permohonannya harus langsung ditujukan kepada Menteri Sosial.
4. Dari surat permohonan yang masuk apakah ke Dinsos atau Mensos, maka akan ada tim yang ditunjuk untuk melakukan home visit ke rumah calon orang tua asuh.
5. Setelah dua dilakukan home visit dan diketahui alamat resmi calon orangtua angkat, kemudian memiliki kemampuan/kelayakan untuk mengangkat anak baik secara ekonomi atau psikososial maka akan dirapatkan ke tim pertimbangan perizinan pengangkatan anak.
6. Tim pertimbangan perizinan pengangkatan anak ini nantinya akan mengambil keputusan atau rekomendasi apakah calon orangtua tersebut bisa melakukan adopsi atau tidak, andai direkomendasikan maka itu sifatnya pengasuhan sementara yakni selama enam bulan.
7. Setelah itu baru ditetapkan oleh pengadilan baik apakah calon orangtua angkat itu bisa mengadopsi anak atau tidak.
Dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial berpengaruh terhadap perubahan hukum yang berlaku dimasyarakat, hukum dapat dijadikan sebagai alat pelayanan masyarakat ataupun sebagai rekayasa sosial tergantung perubahan masyarakat serta kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dari masa ke masa. Hukum diharapakan dapat mengatur kehidupan masyarakat dalam bermasyarakat dikeseharian mereka tanpa melanggar hak masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Ni’mah zulvatun, sosiologi
hukum; sebuah pengantar, Yogyakarta, Teras,2012,cet.1
UU perlindungan anak no 23 tahun
2002 sebelum amandemen
UU perlindungan anak no 23 tahun
2002 setelah amandemen pada tahun 2014
http://news.okezone.com/read/2015/06/14/340/1165109/prosedur-adopsi-anak-yang-berlaku-di-indonesia
diakses tanggal 7 november 2015 jam 20.34
artikel anda cukup bagus, proses analsis pasa-pasal begitu jelas, penjelesan mengenai Paradigma Hukum juga lengkap, tapi akan lebih menarik lagi bila anda tambahkan Pandangan beberapa Ahli Sosiologi, seperti Rouce Pound, Emile Durkheim, Selo Soemarjdan,dkk....
BalasHapusNilai 70
BalasHapus