UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN
USAHA MILIK NEGARA
Oleh:
Noviana Niswatur Rohmah
1711143065/HES 4C
BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
BUMN dapat pula berupa perusahaan niraba yang
bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh
BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang
dipimpin oleh seorang Menteri BUMN. BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan,
perusahaan umum, dan perusahaan jawatan. Didalam BUMN ada beberapa peranan yang
berperan penting sebagai penggerak BUMN yaitu seperti dewan pengawas, direksi
dan pengawas intern serta ada beberapa kebijakan yang juga berpengaruh yaitu
restrukturisasi dan privatisasi.
Pasal
58
Anggota dewan pengawas
swaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri dengan
menyebutkan alasannya
Yang
dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya
berakhir. Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Dewan Pengawas
antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam
kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar
ketentuan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan
bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,
meninggal dunia, dan mengundurkan diri.
Pasal
59
Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian dewan
pengawas diatur dengan keputusan Menteri
Dalam pengangkatan dan pemberhentian dewan pengawas
di BUMN ada beberapa persyaratan dan tata cara yang diatur dalam Peraturan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per 03/MBU/02/2015 tentang
Persyaratan,Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan
Usaha Milik Negara.
Pasal
60
Dewan pengawas bertugas
mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan perum serta memberikan nasehat
kepada Direksi
Komisaris dalam
melakukan tugasnya berkewajiban:
a. memberikan
pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran
perusahaan yang
diusulkan Direksi;
b. mengikuti
perkembangan kegiatan Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS
mengenai setiap
masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Persero;
c. melaporkan
dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunnya
kinerja Persero;
d. memberikan
nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan Persero;
e. melakukan
tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar Persero dan/ atau
berdasarkan
keputusan RUPS.
Selain
itu, agar Komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan tugas
dan fungsinya, Komisaris mempunyai wewenang sebagai berikut:
a. melihat buku-buku,
surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan
verifikasi dan memeriksa kekayaan Persero;
b. memasuki pekarangan, gedung,
dan kantor yang dipergunakan oleh Persero;
c. meminta penjelasan dari
Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang
menyangkut pengelolaan Persero;
d. meminta Direksi dan/atau
pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri
rapat Komisaris;
e. menghadiri rapat Direksi dan
memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang
dibicarakan;
f. memberhentikan sementara
Direksi, dengan menyebutkan alasannya;
g. wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana
diatur dalam anggaran dasar Persero
Pasal
61
(1)
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan
pemberian wewenang kepada dewan pengawas untuk memberikan persetujuan kepada
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu
(2)
Berdasarkan anggaran dasar atau
keputusan Menteri, dewan pengawas dapat melakukan tindakan pengurusan perum
dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
Didalam
anggaran dasar juga ditetapkan pemberian wewenang kepada dewan pengawas terhada
perbuatan hukum tertentu yang menyangkut kepengurusan perum. Ketentuan ini
memberi wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan Persero yang sebenarnya
hanya dapat dilakukan oleh Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada
Direksi, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh
RUPS dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.
Pasal
62
Anggota dewan pengawas dilarang memangku jabatan
rangkap sebagai:
a.
Anggota Direksi pada BUMN, badan usaha
milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan
benturan kepentingan; dan /atau
b.
Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
Larangan
perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota Komisaris benar-benar mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban
dan pencapaian tujuan Persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.
BAB IV
PENGGABUNGAN,
PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
Pasal 63
(1)
Penggabungan atau peleburan suatu BUMN
dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada
(2)
Suatu BUMN dapat mengambil alih BUMN
dan/atau perseroan terbatas lainnya
Suatu
Persero dapat melakukan penggabungan atau peleburan diri dengan Persero lainnya
atau Perum yang
telah ada atau sebaliknya. Penggabungan dan peleburan BUMN dapat dilakukan
tanpa diadakan likuidasi terlebih dahulu. Dengan adanya penggabungan tersebut
Persero atau Perum yang menggabungkan diri menjadi bubar. Sedangkan dengan
adanya peleburan BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk
satu BUMN baru. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk mengambil alih
BUMN lainnya atau Perseroan Terbatas, baik seluruh atau sebagian besar
saham/modal yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap BUMN atau
Perseroan Terbatas tersebut.
Pasal
64
(1)
Pembubaran BUMN ditetapkan dengan
peraturan pemerintah
(2)
Apabila tidak ditetapkan lain dalam
peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi
atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke kas negara
Karena
pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah yang menyebutkan besarnya
penyertaan modal negara dalam pendirian BUMN dimaksud, pembubaran BUMN tersebut
harus dilakukan pula dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah
tentang pembubaran BUMN, dapat pula ditetapkan agar sisa hasil likuidasi
dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain yang telah ada atau dijadikan
penyertaan dalam rangka pendirian BUMN baru. Jika tidak ditetapkan demikian sisa
hasil likuidasi disetorkan langsung ke Kas Negara, karena merupakan hak negara sebagai
pemegang saham atau pemilik modal BUMN.
Pasal
65
(1)
Ketentuan lebih lanjut mngenai
penggabungan, peleburan, kengambilalihan, dan pembubaran BUMn, diatur dalam
peraturan pemerintah
(2)
Dalam melakukan tindakan-tindakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepentingan BUMN, pemegang saham/pemilik
modal, pihak ketiga, dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian
Karena
setiap pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah, apabila ada
perubahan terhadap keberadaan BUMN dimaksud, baik karena penggabungan,
peleburan, pengambilalihan maupun pembubaran, harus dilakukan pula dengan
Peraturan Pemerintah. Tindakan untuk melakukan penggabungan, peleburan,
pengambilalihan dan pembubaran BUMN akan berakibat langsung kepada kepentingan
BUMN, pemegang saham, pihak ketiga, dan karyawan BUMN. Pada dasarnya dengan
melakukan tindakan-tindakan tersebut, diharapkan BUMN yang dipertahankan dan
yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik. Kepentingan pemegang saham tidak
bisa dirugikan, demikian juga halnya pihak ketiga, perlu diberitahu sebelumnya
sehingga hak-hak mereka dapat diselesaikan secara memadai. Adapun mengenai
karyawan yang merupakan aset BUMN itu sendiri diupayakan agar mereka tidak akan
dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau apabila harus terjadi PHK. PHK
adalah pilihan yang terakhir dan harus diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Oleh karena itu, sebelum tindakan-tindakan tersebut di atas dilakukan, Direksi
BUMN yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan
pembubaran tersebut perlu mensosialisasikannya terlebih dahulu kepada
karyawannya masing-masing.
BAB V
KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
Pasal 66
(1) Pemerintah
dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelengarakan fungsi
kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN
(2)
Setiap penugasan sebagaimana dimaksud
ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri
Meskipun
BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup
kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh
pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak
fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah
dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Karena
penugasan pada prinsipnya mengubah rencana kerja dan anggaran perusahaan yang
telah ada, penugasan tersebut harus diketahui dan disetujui pula oleh
RUPS/Menteri.
BAB VI
SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT DAN KOMITE
LAIN
Bagian Pertama
Satuan Pengawasan intern
Pasal 67
(1) Pada
setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas
intern perusahaan
(2)
Satuanan pengawasan intern sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab
kepada Direktur utama
Satuan
pengawasan intern dibentuk untuk membantu direktur utama dalam melaksanakan
pemeriksaan
intern keuangan dan pemeriksaan operasional BUMN serta menilai pengendalian,
pengelolaan dan
pelaksanaannya pada BUMN yang bersangkutan serta memberikan saran-saran
perbaikannya. Karena
satuan pengawasan intern bertugas untuk membantu direktur utama,
pertanggungjawabannya
diberikan kepada direktur utama.
Pasal
68
Atas permintaan
tertulis komisaris/dewan pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil
pemerikasaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawas intern
Dengan
adanya surat permintaan dari komisaris/dewan pengawas diresksi wajib memberikan
hasil pemeriksaan pelaksanaan tugas dari pengawas intern.
Pasal
69
Direksi wajib
memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala
sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat
oleh satuan pengawas intern
Setelah
adanya laporan dari pengawas intern Direksi wajib segera mengambil keputusan
dan langkah yang tepat untuk menyikapi hasil laporan pengawas intern tersebut.
Bagian Kedua
Komite Audit dan Komite Lain
Pasal 70
(1) Komisaris
dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara
kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan
tugasnya
(2)
Komite audit sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada komisaris
atau dewan pengawas
(3)
Selain komite audit sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) komisaris atau dewan pengawas dapat membentuk komite lain yang
ditetapkan oleh Menteri
(4) Kententuan
lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan keputusan
Menteri
Komisaris
dan Dewan Pengawas perlu dibantu oleh Komite Audit yang bertugas menilai pelaksanaan
kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawasan intern maupun
auditor eksternal, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem
pengendalian manajemen serta pelaksanaannya, memastikan telah terdapat prosedur
review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan BUMN, mengidentifikasi
hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris dan Dewan Pengawas serta tugas-tugas
Komisaris dan Dewan Pengawas lainnya. Ketua komite audit adalah anggota
Komisaris independen, yang diangkat oleh Komisaris. Komite lain yang dimaksud
di sini, antara lain, adalah komite remunerasi dan komite nominasi dan semua
ketentuannya diatur didalam keputusan Menteri.
BAB VII
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pasal 71
(1) Pemeriksaan
laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan
oleh RUPS untuk persero dan oleh Menteri untuk perum
(2)
Badan pemeriksa keuangan berwenang
melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pemeriksaan
laporan keuangan (financial audit) perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh
opini auditor atas kewajaran laporan keuangan dan perhitungan tahunan perusahaan
yang bersangkutan. Opini auditor atas laporan keuangan dan perhitungan tahunan
dimaksud diperlukan oleh pemegang saham/Menteri antara lain dalam rangka pemberian
acquit et decharge Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas perusahaan. Sejalan
dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pemeriksaan laporan keuangan dan
perhitungan tahunan Perseroan Terbatas dilakukan oleh akuntan publik. BPK juga
memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan BUMN sesuai UU no 15 tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa keuangan.
BAB VIII
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Pasal 72
(1) Restrukturisasi
dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara
efisien, transparan, dan profesional
(2)
Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
a. Meningkatkan
kinerja dan nilai perusahaan;
b. Memberikan
manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c. Menghasilkan
produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan
d. Memudahkan
pelaksanaan privatisasi
(3)
Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas biaya dan manfaat yang
diperoleh
Sebagaimana
mandat yang diberikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, pemerintah berkewajiban
untuk menyehatkan badan usaha, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan
umum. Upaya penyehatan badan usaha ini dapat dilaksanakan melalui
restrukturisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien,
transparan dan profesional sehingga badan usaha dapat memberikan produk/layanan
terbaik dengan harga yang kompetitif kepada konsumen, serta memberikan manfaat
kepada negara. Sebelum melaksanakan restrukturisasi, pemerintah akan mempertimbangkan
asas biaya dan manfaat dari restrukturisasi tersebut.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup Restrukturisasi
Pasal 73
Restrukturisasi
meliputi:
a.
Restrukturisasi sektoral yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan
perundang-undangan;
b.
Restrukturisasi perusahaan/korporasi
yang meliputi:
1. Peningkatan
intensitas persaingan usaha, terutama disektor-sektor yang terdapat monopoli
baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2. Penataan
hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan
usaha, termasuk didalamnya, penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan
publik
3. Restrukturisasi
internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan
prosedur
Restrukturisasi
sektoral terutama ditujukan kepada sektor-sektor yang mendapat proteksi di masa
lalu atau terdapat monopoli alamiah. Restrukturisasi sektoral dimaksudkan untuk
menciptakan iklim usaha yang sehat, sehingga terjadi kompetisi yang sehat,
efisiensi, dan pelayanan yang optimal. Restrukturisasi industri tersebut
berkaitan dengan pengaturan usaha (regulasi). Pembenahan dan penataan regulasi
dilaksanakan bersama-sama dengan departemen terkait. Restrukturisasi sektor
dapat dilaksanakan melalui cara-cara berikut: memisahkan segmen-segmen dalam
sektor untuk mengurangi integrasi vertikal sektor, peningkatan kompetisi,
introduksi persaingan dari industri substitusi, pemasok lain dalam sektor yang
sama, dan peningkatan persaingan pasar, serta demonopolisasi melalui regulasi. Untuk
perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban pelayanan publik,
perusahaanperusahaan ini masih dalam proses restrukturisasi. Dengan tidak
mengabaikan kepentingan publik, perusahaan akan menerapkan prinsip-prinsip
usaha untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Upaya
ini untuk memperjelas berapa tingkat subsidi pemerintah terhadap biaya
pelayanan masyarakat tersebut.
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan Privatisasi
Pasal 74
(1) Privatisasi
dilakukan dengan maksud untuk:
a. Memperluas
kepemilikan msayarakat atas persero
b. Meningkatkan
efisiensi dan produktifitas perusahaan
c. Menciptakan
struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik atau kuat
d. Menciptakan
struktur industri yang sehat dan kompetitif
e. Menciptakan
persero yang berdaya saing dan berorientasi global
f. Menumbuhkan
iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar
(2)
Privatisasi dilakukan dengan tujuan
untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pemilikan saham persero
Privatisasi
adalah merupakan kebijakan publuk yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif
lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta
menyadari bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan
selama ini seharusnya diserahkan pada sektor swasta. Asumsi penyerahan
pengelolaan pelayanan publik kesektor swasta adalah peningkatan efisiensi
penggunaan suber daya yang dapat dicapai. Dengan dilakukannya privatisasi
diharapkan akan terjadi perubahan atas budaya perusahaan sebagai akibat dari
masuknya pemegang saham baru, baik melalui penawaran umum (go public) ataupun
melalui penyertaan langsung (direct placement). Perusahaan akan dihadapkan pada
kewajiban pemenuhan persyaratan-persyaratan keterbukaan (disclosure) yang
merupakan persyaratan utama dari suatu proses go public, atau adanya
sasaran-sasaran perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat masuknya pemegang
saham. Dengan demikian maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan peran persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan
memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, serta untuk menunjang
stabilitas perekonomian nasional.
Bagian Keempat
Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat
Diprivatisasi
Pasal 75
Privatisasi
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian,
akuntanbilitas, pertanggung jawaban, dan
kewajaran
Pelaksanaan privatisasi dilakukan
secara transparan, baik dalam proses penyiapan maupun dalam pelaksanaannya.
Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi
yang telah ditetapkan tanpa ada interfensi dari pihak lain diluar mekanisme
korporasi serta ketentuan undang-undang yang berlaku. Proses privatisasi
dilakukan berkonsultasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait sehingga
proses dan pelaksanaannya dapat dipertangungg jawabkan pada masyarakat.
Pasal 76
(1) Persero
yang dapat diprivatisasi harus sekurang kurangnya memenuhi kriteria:
a. Industri/sektor
usahanya kompetitif atau
b. Indutri/sektor
usaha yang unsur tehnologinya cepat berubah
(2) Sebagian
aset atau kegiatan dari persero yang melaksanakan kawajiban pelayanan umum dan/
atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh
BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan
untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi
Yang dimaksud industri/sektor usaha
kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan
oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan
perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan
disektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan
BUMN. Yang dimaksdu dengan isndustri/sektor usaha yang unsur tehnologi cepat
berubah adalah industru/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya
perubahan tehnologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat
besar untuk mengganti tehnologinya. Setiap aset atau kegiatan usaha yang
pelaksanaannya menyangkut pelayanan umum harus dilaksanakan oleh BUMN sendiri
dan apabila diperlukan dapat diprivatisasi berdasarkan ketentuan
uandang-undang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar