Kamis, 10 Maret 2016

Analisis UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG
BADAN USAHA MILIK NEGARA


Oleh:
Noviana Niswatur Rohmah
1711143065/HES 4C 
BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat pula berupa perusahaan niraba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri BUMN. BUMN di Indonesia berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan. Didalam BUMN ada beberapa peranan yang berperan penting sebagai penggerak BUMN yaitu seperti dewan pengawas, direksi dan pengawas intern serta ada beberapa kebijakan yang juga berpengaruh yaitu restrukturisasi dan privatisasi.


Pasal 58
Anggota dewan pengawas swaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya
Yang dimaksud dengan pemberhentian sewaktu-waktu adalah pemberhentian sebelum masa jabatannya berakhir. Pemberhentian sewaktu-waktu tersebut dilakukan apabila Dewan Pengawas antara lain tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen, tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik, melanggar ketentuan anggaran dasar dan/atau peraturan perundang-undangan, dinyatakan bersalah dengan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, meninggal dunia, dan mengundurkan diri.

Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian dewan pengawas diatur dengan keputusan Menteri
Dalam pengangkatan dan pemberhentian dewan pengawas di BUMN ada beberapa persyaratan dan tata cara yang diatur dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per 03/MBU/02/2015 tentang Persyaratan,Tata Cara Pengangkatan, dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 60
Dewan pengawas bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan perum serta memberikan nasehat kepada Direksi
Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban:

a. memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran
perusahaan yang diusulkan Direksi;
b. mengikuti perkembangan kegiatan Persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS
mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Persero;
c. melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunnya
kinerja Persero;
d. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan Persero;
e. melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar Persero dan/ atau
berdasarkan keputusan RUPS.

Selain itu, agar Komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsinya, Komisaris mempunyai wewenang sebagai berikut:

a. melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan Persero;
b. memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh Persero;
c. meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang
menyangkut pengelolaan Persero;
d. meminta Direksi dan/atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri
rapat Komisaris;
e. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang
dibicarakan;
f. memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya;
g. wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam anggaran dasar Persero
Pasal 61
(1)   Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada dewan pengawas untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu
(2)   Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan Menteri, dewan pengawas dapat melakukan tindakan pengurusan perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
Didalam anggaran dasar juga ditetapkan pemberian wewenang kepada dewan pengawas terhada perbuatan hukum tertentu yang menyangkut kepengurusan perum. Ketentuan ini memberi wewenang kepada Komisaris untuk melakukan pengurusan Persero yang sebenarnya hanya dapat dilakukan oleh Direksi dalam hal Direksi tidak ada. Apabila ada Direksi, Komisaris hanya dapat melakukan tindakan tertentu yang ditentukan oleh RUPS dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan.

Pasal 62
Anggota dewan pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a.       Anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan /atau
b.      Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota Komisaris benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan.

BAB IV
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
Pasal 63

(1)   Penggabungan atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada
(2)   Suatu BUMN dapat mengambil alih BUMN dan/atau perseroan terbatas lainnya
Suatu Persero dapat melakukan penggabungan atau peleburan diri dengan Persero lainnya
atau Perum yang telah ada atau sebaliknya. Penggabungan dan peleburan BUMN dapat dilakukan tanpa diadakan likuidasi terlebih dahulu. Dengan adanya penggabungan tersebut Persero atau Perum yang menggabungkan diri menjadi bubar. Sedangkan dengan adanya peleburan BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk satu BUMN baru. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh BUMN untuk mengambil alih BUMN lainnya atau Perseroan Terbatas, baik seluruh atau sebagian besar saham/modal yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap BUMN atau Perseroan Terbatas tersebut.

Pasal 64
(1)   Pembubaran BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah
(2)   Apabila tidak ditetapkan lain dalam peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke kas negara
Karena pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah yang menyebutkan besarnya penyertaan modal negara dalam pendirian BUMN dimaksud, pembubaran BUMN tersebut harus dilakukan pula dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah tentang pembubaran BUMN, dapat pula ditetapkan agar sisa hasil likuidasi dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN lain yang telah ada atau dijadikan penyertaan dalam rangka pendirian BUMN baru. Jika tidak ditetapkan demikian sisa hasil likuidasi disetorkan langsung ke Kas Negara, karena merupakan hak negara sebagai pemegang saham atau pemilik modal BUMN.

Pasal 65
(1)   Ketentuan lebih lanjut mngenai penggabungan, peleburan, kengambilalihan, dan pembubaran BUMn, diatur dalam peraturan pemerintah
(2)   Dalam melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepentingan BUMN, pemegang saham/pemilik modal, pihak ketiga, dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian
Karena setiap pendirian BUMN dilakukan dengan Peraturan Pemerintah, apabila ada perubahan terhadap keberadaan BUMN dimaksud, baik karena penggabungan, peleburan, pengambilalihan maupun pembubaran, harus dilakukan pula dengan Peraturan Pemerintah. Tindakan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pembubaran BUMN akan berakibat langsung kepada kepentingan BUMN, pemegang saham, pihak ketiga, dan karyawan BUMN. Pada dasarnya dengan melakukan tindakan-tindakan tersebut, diharapkan BUMN yang dipertahankan dan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik. Kepentingan pemegang saham tidak bisa dirugikan, demikian juga halnya pihak ketiga, perlu diberitahu sebelumnya sehingga hak-hak mereka dapat diselesaikan secara memadai. Adapun mengenai karyawan yang merupakan aset BUMN itu sendiri diupayakan agar mereka tidak akan dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau apabila harus terjadi PHK. PHK adalah pilihan yang terakhir dan harus diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sebelum tindakan-tindakan tersebut di atas dilakukan, Direksi BUMN yang akan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran tersebut perlu mensosialisasikannya terlebih dahulu kepada karyawannya masing-masing.

BAB V
KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
Pasal 66
(1)   Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelengarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN
(2)   Setiap penugasan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri
Meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan. Karena penugasan pada prinsipnya mengubah rencana kerja dan anggaran perusahaan yang telah ada, penugasan tersebut harus diketahui dan disetujui pula oleh RUPS/Menteri.

BAB VI
SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAIN
Bagian Pertama
Satuan Pengawasan intern
Pasal 67
(1)   Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan
(2)   Satuanan pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur utama
Satuan pengawasan intern dibentuk untuk membantu direktur utama dalam melaksanakan
pemeriksaan intern keuangan dan pemeriksaan operasional BUMN serta menilai pengendalian,
pengelolaan dan pelaksanaannya pada BUMN yang bersangkutan serta memberikan saran-saran
perbaikannya. Karena satuan pengawasan intern bertugas untuk membantu direktur utama,
pertanggungjawabannya diberikan kepada direktur utama.
Pasal 68
Atas permintaan tertulis komisaris/dewan pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemerikasaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawas intern
Dengan adanya surat permintaan dari komisaris/dewan pengawas diresksi wajib memberikan hasil pemeriksaan pelaksanaan tugas dari pengawas intern.

Pasal 69
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawas intern
Setelah adanya laporan dari pengawas intern Direksi wajib segera mengambil keputusan dan langkah yang tepat untuk menyikapi hasil laporan pengawas intern tersebut.

Bagian Kedua
Komite Audit dan Komite Lain
Pasal 70
(1)   Komisaris dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya
(2)   Komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada komisaris atau dewan pengawas
(3)   Selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) komisaris atau dewan pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri
(4)   Kententuan lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan keputusan Menteri
Komisaris dan Dewan Pengawas perlu dibantu oleh Komite Audit yang bertugas menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh satuan pengawasan intern maupun auditor eksternal, memberikan rekomendasi mengenai penyempurnaan sistem pengendalian manajemen serta pelaksanaannya, memastikan telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap segala informasi yang dikeluarkan BUMN, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris dan Dewan Pengawas serta tugas-tugas Komisaris dan Dewan Pengawas lainnya. Ketua komite audit adalah anggota Komisaris independen, yang diangkat oleh Komisaris. Komite lain yang dimaksud di sini, antara lain, adalah komite remunerasi dan komite nominasi dan semua ketentuannya diatur didalam keputusan Menteri.

BAB VII
PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pasal 71
(1)   Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk persero dan oleh Menteri untuk perum
(2)   Badan pemeriksa keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pemeriksaan laporan keuangan (financial audit) perusahaan dimaksudkan untuk memperoleh opini auditor atas kewajaran laporan keuangan dan perhitungan tahunan perusahaan yang bersangkutan. Opini auditor atas laporan keuangan dan perhitungan tahunan dimaksud diperlukan oleh pemegang saham/Menteri antara lain dalam rangka pemberian acquit et decharge Direksi dan Komisaris/Dewan Pengawas perusahaan. Sejalan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Perseroan Terbatas dilakukan oleh akuntan publik. BPK juga memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan BUMN sesuai UU no 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa keuangan.

BAB VIII
RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama
Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Pasal 72
(1)   Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional
(2)   Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
a.       Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
b.      Memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
c.       Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan
d.      Memudahkan pelaksanaan privatisasi
(3)   Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh
Sebagaimana mandat yang diberikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, pemerintah berkewajiban untuk menyehatkan badan usaha, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum. Upaya penyehatan badan usaha ini dapat dilaksanakan melalui restrukturisasi agar perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, transparan dan profesional sehingga badan usaha dapat memberikan produk/layanan terbaik dengan harga yang kompetitif kepada konsumen, serta memberikan manfaat kepada negara. Sebelum melaksanakan restrukturisasi, pemerintah akan mempertimbangkan asas biaya dan manfaat dari restrukturisasi tersebut.

Bagian Kedua
Ruang Lingkup Restrukturisasi
Pasal 73
Restrukturisasi meliputi:
a.       Restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan sektor dan/atau ketentuan perundang-undangan;
b.      Restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
1.      Peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama disektor-sektor yang terdapat monopoli baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah;
2.      Penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk didalamnya, penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik
3.      Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan prosedur
Restrukturisasi sektoral terutama ditujukan kepada sektor-sektor yang mendapat proteksi di masa lalu atau terdapat monopoli alamiah. Restrukturisasi sektoral dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, sehingga terjadi kompetisi yang sehat, efisiensi, dan pelayanan yang optimal. Restrukturisasi industri tersebut berkaitan dengan pengaturan usaha (regulasi). Pembenahan dan penataan regulasi dilaksanakan bersama-sama dengan departemen terkait. Restrukturisasi sektor dapat dilaksanakan melalui cara-cara berikut: memisahkan segmen-segmen dalam sektor untuk mengurangi integrasi vertikal sektor, peningkatan kompetisi, introduksi persaingan dari industri substitusi, pemasok lain dalam sektor yang sama, dan peningkatan persaingan pasar, serta demonopolisasi melalui regulasi. Untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban pelayanan publik, perusahaanperusahaan ini masih dalam proses restrukturisasi. Dengan tidak mengabaikan kepentingan publik, perusahaan akan menerapkan prinsip-prinsip usaha untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Upaya ini untuk memperjelas berapa tingkat subsidi pemerintah terhadap biaya pelayanan masyarakat tersebut.

Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan Privatisasi
Pasal 74
(1)   Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk:
a.       Memperluas kepemilikan msayarakat atas persero
b.      Meningkatkan efisiensi dan produktifitas perusahaan
c.       Menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik atau kuat
d.      Menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif
e.       Menciptakan persero yang berdaya saing dan berorientasi global
f.       Menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar
(2)   Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham persero
Privatisasi adalah merupakan kebijakan publuk yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan pada sektor swasta. Asumsi penyerahan pengelolaan pelayanan publik kesektor swasta adalah peningkatan efisiensi penggunaan suber daya yang dapat dicapai. Dengan dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi perubahan atas budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham baru, baik melalui penawaran umum (go public) ataupun melalui penyertaan langsung (direct placement). Perusahaan akan dihadapkan pada kewajiban pemenuhan persyaratan-persyaratan keterbukaan (disclosure) yang merupakan persyaratan utama dari suatu proses go public, atau adanya sasaran-sasaran perusahaan yang harus dicapai sebagai akibat masuknya pemegang saham. Dengan demikian maksud dan tujuan privatisasi pada dasarnya adalah untuk meningkatkan peran persero dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum dengan memperluas kepemilikan masyarakat atas persero, serta untuk menunjang stabilitas perekonomian nasional.
Bagian Keempat
Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
Pasal 75
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntanbilitas, pertanggung  jawaban, dan kewajaran

            Pelaksanaan privatisasi dilakukan secara transparan, baik dalam proses penyiapan maupun dalam pelaksanaannya. Proses privatisasi dilaksanakan dengan berpedoman pada prosedur privatisasi yang telah ditetapkan tanpa ada interfensi dari pihak lain diluar mekanisme korporasi serta ketentuan undang-undang yang berlaku. Proses privatisasi dilakukan berkonsultasi secara intensif dengan pihak-pihak terkait sehingga proses dan pelaksanaannya dapat dipertangungg jawabkan pada masyarakat.

Pasal 76
(1)   Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang kurangnya memenuhi kriteria:
a.       Industri/sektor usahanya kompetitif atau
b.      Indutri/sektor usaha yang unsur tehnologinya cepat berubah
(2)   Sebagian aset atau kegiatan dari persero yang melaksanakan kawajiban pelayanan umum dan/ atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi


Yang dimaksud industri/sektor usaha kompetitif adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, baik BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan disektor tersebut, atau tegasnya sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan BUMN. Yang dimaksdu dengan isndustri/sektor usaha yang unsur tehnologi cepat berubah adalah industru/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan tehnologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti tehnologinya. Setiap aset atau kegiatan usaha yang pelaksanaannya menyangkut pelayanan umum harus dilaksanakan oleh BUMN sendiri dan apabila diperlukan dapat diprivatisasi berdasarkan ketentuan uandang-undang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar