Oleh
Noviana Niswatur Rohmah
1711143065
HES 4C
- PENGERTIAN KREDIT MACET
Dalam
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Di Indonesia
dikenal dua golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di
mana kredit bermasalah digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar,
kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat
dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank,
bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.
Kredit
macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat
adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar
kemampuan debitur. Suatu
kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana:
1.Tidak dapat memenuhi kriteria kredit
lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau
2.Dapat memenuhi kriteria kredit
diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa penggolongan
kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan
kredit; atau
3.Penyelesaian pembayaran kembali kredit
yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan
Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.
- CONTOH KASUS
Jambi,- Kejaksaan Tinggi
(Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit
macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh
tempo sejak 14 April 2008. Hingga berita ini
diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja
hijau (Pengadilan).
Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan
permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan 36 item surat berharga yang
nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan pinjaman
sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD
Raden Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif
seperti showroom jual beli mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.
Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh
PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada
BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April
2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh
pihak PT RPL/ UD Raden Motor.
Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor
masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual asetnya, guna
melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya
Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus
pemberian kredit itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD
kepada orang lain, sehingga agunan atau jaminan yang ada di bank sudah dianggap
tidak sah lagi.
Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan
beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad ) dan beberapa orang dari BRI Jambi,
penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan
lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak
pidana khusus (Aspidsus) Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4-
2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan status kasus dugaan kredit macet
senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT Raden Motor,
ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan
prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian negara senilai
Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit
itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor,
sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja
sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi
menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999
sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei
2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI
Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan
pada mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh.
Secara resmi memang ada surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi
Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa hukumnya kepada tim penyidik
kejaksaaan tinggi Jambi.
Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap
tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan Perusahaan Raden Motor,
sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum bisa
dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka,
terkait kasus tindak pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang
didapati kejaksaan dalam penyidikan.
Diduga karena lambannya dalam proses
hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi melakukan unjukrasa di depan
BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet sebesar
Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo
tersebut sempat membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani
nasabah.. Koordinator Forbes Jambi, Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan
dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan” oleh Kejati Jambi.
Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada
pihak BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.
Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor
diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang diajukan.Rudi juga
mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor memberikan
hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna
memuluskan kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.
Kepala bagian pemberian kredit BRI
Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes Jambi mengatakan,
kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini
proses hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang
Jambi saat itu Es, yang saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi
Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati Jambi.
Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir
memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien Muhammad, mantan account
officer (AO) BRI cabang Jambi Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa Sitepu
yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam
masalah pemberian kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang
dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD tidak mengetahui langsung masalah
pencairan kredit tersebut namun Es diperiksa memang mengetahui pasti masalah
kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden
Motor.Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan
publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan
korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi
Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan
publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang
diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat
oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa
hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan
mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang juga
terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap
kasus korupsinya. Dalam kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam
kasus korupsi dalam kredit macet untuk pengembangan usaha Perusahaan Raden
Motor.
Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan
akuntan public yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan keuangan
perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden
Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai
pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti,
kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu. Selasa
(18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari
Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini.
Hasil pemeriksaan dan konfrontir
keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam
laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Dalam
kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode
etik yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah
melanggar beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu : Pertama. Prinsip
tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia
tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. Ketiga, Prinsip obyektivitas :
Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Ke-Empat,
Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya
sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. Ke-Lima, Prinsip standar
teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional
yang relevan.
Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan
Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan, Pelelangan yang dilakukan
oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan adanya
pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan
terhadap agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang
itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah yang nunggak. Kadang belum sempat
dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada wartawan.
Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira
200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal dari perbankan
,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang
laku. 10 persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi
salah seorang kepala seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang
membuat recovery rate lelang tinggi. Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini
akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana agunannya tak
lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.
Melelang agunan debitur yang kreditnya
macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk menekan
angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang
kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang
agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.
Dalam lelang, yang dicari tentu adalah
harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk ke bank. Ambil
contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual
Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.
"Adanya pelelangan ini sangat
efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya menegaskan.
Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu
itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih melakukan pelelangan
untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa,
apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan
dilelang. (Djohan).
- Analisis Kasus
Menurut saya kasus diatas termasuk kredit macet
karena UD Raden Motor tidak dapat mengembalikan pinjamannya pada Bank BRI Jambi
sebesar 52 miliar dan juga pada kasus diatas terdapat penyelewangan dana kredit
yang pada saat pemohonan kredit ditujukn sebagai dana pengembangan usaha
dibidang otomotif tetapi malah dijadikan sebagai agunan dan pendirian usaha
dibidang properti.
Kasus diatas melanggar pasal 1155
KUHPdt, pasal 15 ayat 3 jo pasal 29 UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan fidusia pasal 6 jo pasal 20 UU No. 4
tahun 1996 tentang hak dan tanggungan serta UU No.31 tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana
korupsi.
Sebuah kredit bisa dikatakan
bermasalah jika kreditur tidakdapat mengembalikan kredit beserta bunga yang
telah disepakati pada jangka waktu tertentu. Dikasusu diatas jelas kredit UD
Raden motor berasalah karena tidak dapat mengembalika kredit senilai 52 miliar
dalam jangka waktu satu tahun dan juga ditemukan pelaggaran penggunaan dana
kredit yang tidak sesuai dengan perjanjian awal pengambilan kredit. Dengan
demikian pihak Bank BRI cabang Jambi melaporkan UD Raden Motor ke pegadilan
dengan aduan kredit macet serta pelanggaran tindak pidana korupsi.
Referensi:
Nanangbudianas.blogspot.com
regional.kompas.com